Tempurung (carapace)
kura-kura tersebut pecah menjadi beberapa bagian kecil namun belum
tercerai-berai. Usus kura-kura itu keluar dan darahnya mengalir
membasahi bawah tubuhnya.
***
Jam telah
menunjukkan pukul 16.00 wita, aku telah siap. Tak lupa 1 botol air minum kusiapkan
sebagai persediaan sehabis joging. Joging selalu aku lakukan ketika sore hari
dan bertepatan hari libur kerja. Rute joging yang kupilih adalah jalan aspal
yang membelah perkebunan milik warga. Karena melintasi area perkebunan, aktivitas
kendaraan bermotor tampak sepi dan suasana ini cukup untuk menjadi track
yang ideal bagi saya.
Perlintasan
joging yang kulalui berupa jalur lurus yang sedikit bergelombang, ditambah dengan
sedikit tanjakkan jembatan. Sedangkan pemandangan kiri serta kananku terlihat
berbagai jenis tanaman, salah satunya pohon rambutan.
Beberapa
meter meninggalkan jembatan di belakangku, dari jarak dua puluh meter ke depan
tampak seperti sebuah batok kelapa pecah berada di tengah badan jalan. Dalam
hati bergumam “kalau tiba di sana, potongan itu akan kusingkirkan”. Sesampainya
di benda tersebut, aku mengamati dengan teliti benda tadi. Ternyata itu adalah sekor
kura-kura jenis Cuora Amboinensis, yang tergeletak terkapar tepat di tengah
jalan dengan kondisi seperti telah terlindas sesuatu yang besar dan cukup berat.
Aku
dekatkan pandangan, kuperhatikan kepala kura-kura itu masih menoleh ke kiri dan
ke kanan dan juga masih terlihat kedipan dimatanya. Dalam benakku, mungkin ia
sedang merintih kesakitan dan menahan perih atas tempurungnya yang terbelah berkeping-keping
serta beberapa organ tubuh dalam yang mencuat keluar.
Tak
menunggu waktu lama, tubuh kura-kura itu kutepikan dan kuletakkan di luar badan
jalan. Setelah kuletakkan, aku lihat sepintas usus dan daging yang menganga, sambil
bergumam dalam hati “kura-kura itu dalam beberapa menit ke depan pasti tak bernyawa
lagi”.
Ada perasaan
tidak berdaya kerena tidak dapat berbuat apa-apa saat itu. Pasrah dan geram dalam
hati, aku ingin mengutuk siapa saja yang telah berbuat hal demikian pada
kura-kura itu. Kura-kura itu meregang nyawa.
Aku
melanjutkan lari sore sampai ke titik pemberhentian. Sesampaiku, aku segera
duduk, meluruskan kaki dan mengatur nafas, setelah itu kuambil sebotol minum
yang telah kusiapkan. Kuteguk air dan segera menghapus dahaga, lalu kubaringkan
badan dan kembali mengatur napas yang terseok-seok. Kembali mengingat apa yang
baru kualami seketika itu juga telintas di benak terkait informasi di media
berita online yang aku baca satu hari lalu yaitu tanggal 15/1/2021.
Berita yang
memuat tentang seekor ular piton sepanjang enam meter ditemukan oleh warga Desa
Kusambi, Kecamatan Kusambi, Kabupaten Muna Barat. Ketika ditemukan, ular piton
terlihat telah memangsa sesuatu. Karena makanannya belum dicerna sempurna, maka
sang ular sanca batik tidak dapat melarikan diri untuk menghindar dari manusia.
Berdasarkan
berita itu, warga menduga ular yang kekenyangan itu telah melahap ternak milik
salah satu warga. Tak menunggu waktu lama dan warga juga tak mau kehilangan
kesempatan atas ketidakberdayaan ular, maka segera membunuh dan mengulitinya. Dari
keterangan pihak kepolisian, ular tersebut mati di tangan warga dengan dalih tidak
ingin terjadi hal yang tidak diinginkan. Di wilayah Kabupaten Muna Barat, kasus
ular yang ditemukan dan berakhir meregang nyawa di tangan warga telah terjadi
beberapa kali.
Saat lelah sedikit
berkurang dan napas telah kembali normal, aku mencoba bangun dan memperhatikan
jam di tanganku. Kuperhatikan waktu menunjukkan pukul 17.10 wita. Aku harus
lekas pulang.
Di
perjalanan aku terus memikirkan hewan-hewan malang itu. Pernah juga terjadi
konflik antara manusia dengan harimau, manusia dengan gajah. Harimau memangsa
ternak, gajah masuk kebun milik warga, harimau yang terkena jerat atau gajah
yang diracun. Di Kanada, interaksi antara manusia dan satwa liar biasa terjadi
pada manusia dengan beruang dan disebut sebagai HBC-human Bear Conflict.
Di tempat lain, Provinsi Yukon, pada 2019 CBC News melaporkan sebanyak 33
beruang terbunuh karena konflik dengan manusia.
Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat melalui Resor Agam mencatat
10 kejadian antara manusia dengan satwa liar disepanjang tahun 2020. Dan terdapat
2 warga menjadi korban, hewan ternak yang dimangsa harimau Sumatera, macan
dahan dan beruang madu.